Sunday, December 5, 2010

Belajar dari William Soerjadjaja

Sekilas Tentang William Soerjadjaja

Nama
William Soerjadjaja

Panggilan
Om Willem

Lahir
Majalengka, 20 Desember 1923

Istri
Lily Anwar (Menikah di Bandung, 15 Januari 1947)

Anak
- Edward (21 Mei 1948)
- Edwin (17 Juli 1942)
- Joyce (14 Agustus 1950)
- Judith (14 Februari 1952)


Jabatan
Presiden Komisaris SIMA (PT Siwani Makmur Tbk)


Alamat
PT Siwani Makmur Tbk
Jalan Teluk Betung No 38, Jakarta 10230
Tel (021)2302257
Fax (021)2302245


Pabrik
Jalan Gedong Panjang Ujung 12 B, Muara Baru
Jakarta 14440
Tel (021)6600976
Fax(021)6600011


Ketulusan Tapian Panutan
Pendiri PT Astra Internasional dan Presiden Komisaris SIMA (PT Siwani Makmur Tbk), kelahiran Majalengka 20 Desember 1923, ini seorang anak manusia pilihan yang menyerahkan semua impian dan cita-dukanya kepada Sang Pencipta yang Alfa dan Omega. William Soerjadjaja yang akrab dipanggil Oom Willem adalah taipan panutan yang tulus mencintai bangsanya.


Andalkan Resep Saling Memberi
Tanggal 15 Januari merupakan tanggal bersejarah untuk pasangan William Soeryadjaya dan Lily Anwar. Pasangan taipan yang menikah di Bandung tahun 1947 itu merayakan ulang tahun pernikahan yang ke-60. Kepada Pembaruan, mereka membagi nostalgia cinta di masa silam.

Impian adalah sebuah kekuatan awal yang tidak mudah mewujudkannya. Tapi banyak orang yang mencapai sukses yang bermula dari suatu impian. Salah satu yang berhasil mewujudkan impiannya adalah William Soeryadjaya, pendiri PT Astra Internasional. Ia seorang anak manusia yang menyerahkan semua impiannya kepada Tuhan. Dan, ia telah meraih impian-impiannya.

Kendati, dalam romantika pencapaian impiannya, ia juga mengalami jatuh-bangun, ia tetap bersujud kepada Tuhan, Sang Pencipta yang Alfa dan Omega.

Salah satu mimpinya yang terwujud gemilang adalah PT Astra Internasional. Hanya dalam tempo 13 tahun sejak berdirinya PT Astra Internasional pada tahun 1957, tak kurang dari 72 perusahaan telah bernaung di bawah bendera grup tersebut. Di akhir tahun 1992, jumlah itu telah merambah menjadi sekitar 300 perusahaan yang bergerak di berbagai sektor, tidak hanya dalam sektor otomotif tetapi juga sektor keuangan, perbankan, perhotelan dan properti.

Mimpi ini bermula sejak Oom Willem menjalani masa kecil dan remajanya di Majalengka, Cirebon. Jiwa wiraswasta dari sang ayah, yang mengalir di dalam dirinya dari usia dini, telah menempanya ulet, cerdas, inovatif dan peka atas nalurinya dalam meniti bisnis demi bisinis. Dari berdagang hasil bumi dan minyak goreng di Jawa Barat, dan berdagang kacang dari Bandung ke negeri Belanda pada 1947, semasa studi di negeri kincir angin itu, Oom Willem tidak kenal kata menyerah. Ia ulet, bekerja keras dan berdoa.

Pengalaman jatuh-bangun pastilah dialami setiap orang pebisnis. Demikian juga halnya pengalaman Oom Willem. Namun, ia menegaskan: "Kerugian tidak pernah menyurutkan semangat hidup saya." Hal ini dibuktikannya dalam menyikapi suka-dukanya di PT Astra Internasional, yang didirikan dan dibesarkannya tetapi harus dilepaskannya, demi tanggung jawab pribadinya atas masalah yang menimpa Bank Summa, milik putera sulungnya Edward Soeryadjaya, di tahun 1992.

Hal ini telah menghantarkannya dan segenap keluarganya ke masa-masa yang amat sulit. Namun, kesulitan itu tidak sampai mengambil suka-cita yang bersemi di hatinya. Ia menyerahkan semuanya kepada kehendak Allah.

Oom Willem, memang bukan sekedar figur pebisnis yang sukses dalam bidangnya. Sebagai pendiri PT Astra Internasional, Oom Willem memang bukan saja telah mendirikan sebuah perusahaan yang dihormati baik di dalam maupun luar negeri oleh karena profesionalisme dan integritasnya. Lebih dari itu, lewat visi dan komitmen sosialnya, Oom Willem juga telah membuktikan sumbangsihnya kepada bangsa Indonesia dalam mengangkat ekonomi nasional dalam arti seluas-luasnya, di antaranya menciptakan lapangan kerja bagi puluhan ribu masyarakat Indonesia.

Visi memang merupakan salah satu kata kunci dalam kiat menyelami tokoh bangsa yang pada usianya yang sudah berkepala delapan, tetapi masih terlihat bugar ini. Visi tersebut yang memandu seluruh kemampuan, dan terutama dalam pengembangan sumber daya manusia, serta pencapaian tujuan dengan penerapan azas corporate governance yaitu transparency (transparansi), responsibility (tanggung jawab) dan accountability (pertanggungjawaban). Dimensi-dimensi ini yang acap kali tergeser ataupun terlupakan oleh sementara orang, dalam prioritas pengembangan bisnis maupun perekonomian.

Semenjak berdirinya Astra, Oom Willem selalu mementingkan pengembangan kemampuan dan peningkatan pendidikan sumber daya manusia, yang kemudian diterapkan secara konsisten dalam program-program pelatihan dan beasiswa bagi karyawan. Pada saat awal tahun 70-an, banyak tenaga kerja yang dikirim ke Amerika, Eropa maupun Jepang untuk menambah ilmu dan keterampilan.

Lebih lagi, kesan yang sangat melekat pada diri Astra adalah banyaknya tenaga kerja pribumi yang dipekerjakan, baik pada tingkat karyawan biasa maupun dalam jajaran pimpinan. Ini salah satu wujud ketulusan, kebanggaan dan kecintaannya sebagai warga bangsa Indonesia kepada bangsa dan negaranya. "Saya cinta Indonesia, saya lahir, hidup dan berkarya di Indonesia," tandas Oom Willem dengan tulus.

Selain itu, Oom Willem sangat mementingkan nilai-nilai seperti naluri, loyalitas dan rasa percaya dalam merekrut tenaga. Dengan basis ini, banyak inovasi bisnis dari pihak karyawan yang disetujui untuk diuji-coba apabila dianggap layak, agar para karyawan terpacu untuk mengasah kreativitas mereka. Rasanya tidaklah berlebihan apabila sebagai sebuah perusahaan, nama Astra tidak terlepas dari sejarah, dan menjadi identik dengan kata-kata seperti integritas, dan public service (layanan kepada masyarakat).

Kendati demikian, PT Astra pun mengalami jatuh-bangun, banyak mendapat guncangan, terlebih dari lawan-lawan bisnis yang boleh jadi iri hati atas suksesnya. Oom William dijatuhkan lewat penutupan Bank Summa milik Edward Soeryadjaya, anak pertamanya, periode tahun 1992-1993. Inilah badai terbesar dalam perjalanan bisnis sang pendekar ini.

Oom William pasrah. Ia selalu kembalikan kepada Tuhan. Ia selalu berpegang pada prinsip: Manusia berusaha, Tuhan menentukan. Yang paling penting baginya ketika itu adalah nasib para karyawan dan nasabah Bank Summa. Ia teramat sedih membayangkan pegawai sebanyak itu harus kehilangan mata pencahariannya. Oleh karenanya ia rela menjual saham-sahamnya di Astra guna memenuhi kewajiban Bank Summa.

Banyak spekulasi yang berkembang ketika Oom Willem terpaksa menjual sahamnya di Astra. Spekulasi yang banyak diyakini orang adalah adanya rekayasa pemerintah untuk menjatuhkan Oom Willem. Namun, Oom Willem sendiri tidak pernah merasa dikorbankan oleh sistem. Semua itu dianggapnya sebagai konsekuensi bisnis. Ia tidak mau larut dalam tekanan spekulasi dan keluhan. Melainkan ia pasrah dengan tulus kepada kehendak Tuhan. Dengan ketulusan itu pula, ia terus melangkah maju ke depan dengan pengharapan yang hidup. Dan, kini, salah satu kepeduliannya yang terbesar adalah bagaimana Astra dapat terus berperan sebagai agen pertumbuhan ekonomi nasional, yang antara lain dapat membuka lapangan kerja lebih luas.

Memang, membuka lapangan kerja, adalah salah satu impiannya yang tetap membara dari dulu hingga kini. Sebuah impian dan obsesi yang dilandasi kepeduliannya kepada sesama. "Salah satu hasrat saya dari dulu adalah membuka lapangan kerja," katanya. Apalagi kondisi Indonesia saat ini, yang dilanda krisis ekonomi, yang berakibat bertambahnya pengangguran.

Impian inilah yang mendorong Omm Wilem membeli 10 juta saham PT Mandiri Intifinance. Di sini, ia mengumpulkan dana untuk diinvestasikan ke dalam pengembangan usaha petani-petani kecil dan small and medium enterprises (usaha-usaha kecil dan menengah). Agar dapat menciptakan lapangan-lapangan kerja baru dan meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya akan mengangkat bangsa ini dari keterpurukan

No comments:

Post a Comment